Pasuruan - Bali Tribune (9 Mei 2013),
Keberadaan pasraman di Bali memang terbilang cukup mapan. Selain anggran
di topang oleh pemerintah. Kehadirannya tiap desa (adat/pakraman) pun
terbilang kompak. Begitupun operasional penunjang buku keagamaan dan
pengajar tidaklah sulit ditemukan. Dibandingkan dengan daerah lain.
Nasib pasraman, sebagai wahana yang diharapkan memperkenalkan pemahaman
agama terganjal berbagai faktor riil. Menariknya Desa Kayu Kebek, Kec.
Tutur, Kab. Pasuruan, Jawa Timur memiliki cara unik untuk membangun
pasraman. Yakni hanya dengan bermodal Rp 5 ribu. Ah, yang benar saja?
Edi Santoso (23), pemuda desa setempat yang memiliki akivitas
sehari-sehari sebagai tukang kebun di Sekolah Dasar ini mengakui hal
itu. Berlatarbelakang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ia dan
pemuda-pemudi yang tinggal di desa memiliki keinginan membangkitkan
pasraman. Meskipun tahu bahwa membangun pasraman tidaklah mudah seperti
membalikkan telapak tangan. Perlu dana, tim pengajar dan buku
pendukung. Namun, itu bukanlah menjadi tantangan utama baginya dan
pemuda-pemudi lainnya.
Pemahaman agama yang kurang di kalangan pelajar dengan rentan waktu
terbatas di sekolah. Adalah salah sat pendorong Edy untuk membangun
pasraman dengan segala keterbatasan. “Awalnya kita mulai dengan iuran 5
ribu dari para pemuda yang aktif ,”kata Edy. Ide tersebut tercetus sejak
3 tahun yang lalu. Dari jumlah total anggota muda-mudi di desa mencapai
75, sementara yang aktif hanya 11 orang. Meskipun dana yang terkumpul
masih jauh dan kurang dari kebutuhan operasional pasraman. Namun, ia
optimis akan terus berjalan seiring dukungan masyarakat yang mengalir.
Proses belajang mengajar di pasraman pun cukup intens dilakukan, yakni
enam kali dalam seminggu. Dengan memanfaatkan waktu di sore hari, di
bagian madya mandala Pura Widya, pura umum desa setempat. Intensitas
dan kefektivan pasraman tersebut pun berjalan hingga kini. Selain
mempelajari teori-teori keagamana, juga diajarkan mantra-mantra hingga
tari-tarian daerah setempat. “Pemangku disini juga ikut yang ngajar,
tapi khusus mantra-mantra,”akunya.
Kepercayaan akan keberadaan pasraman pun disambut hangat oleh masyarakat
hingga PHDI setempat. Untuk menanggulangi dana operasional, seperti
pembelian kapur dan buku-buku keagamaan. Kini umat setempat memberikan
iuran yang bersifat sukarelawan, yang tiap bulannya bisa mencukupi
kebutuhan pasraman.
Meskipun demikian, tenaga pengajar menjadi kendala hingga sampai saat
ini. Rata-rata pengajar di pasraman yang memiliki nama sesuai dengan
pura setempat. Kata Santoso, tidak sampai mengeyam sarjana. Kini hal
itupun menjadi pertimbangannya , agar ilmu yang diperoleh anak-anak
pasraman juga lebih baik. Ia berharap kepada muda-mudi yang melanjutkan
pendidikan tinggi di kota bisa menjawab tantangan dan berkontribusi di
pasraman.
“Kalau ada guru resmi dari lulusan sarjana, anak-anak pasraman akan
lebih segan. Kalau seperti kita masih kurang (segan,red),”jelasnya yang
mengaku banyak tawaran untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Hanya saja
ia enggan mengiyakan berhubung tanggung jawab di pasraman dan
mengurusi kedua orang tua. Ia berharap ke depan, meskipun pekerjaan kini
sebatas tukang kebun di SD ia juga ingin membantu mengajar agama
sekolah tersebut . “Itu sudah visi saya ingin mengajar agama,”tuturnya. (KA Widiantara)
1 komentar:
used ford edge titanium
We used titanium chainmail used used ford edge titanium. titanium wedding rings There is no titanium wok known titanium bikes for sale way to make a babyliss pro titanium flat iron diamond in stainless steel for the blade angle. Our tips are
Posting Komentar